Indonesia Launches First Ever MDGs Data Collection for All of its Districts | UNDP in Indonesia

The Government of Indonesia, with support from the United Development Programme (UNDP), on Thursday launched the first ever Millennium Development Goal (MDGs) data collection for all of the country’s 497 districts. The data set was launched simultaneously with the release of the 2013 national MDG report.

The National Development Planning Agency (BAPPENAS) and the Central Statistics Agency (BPS) compiled the 403-page MDGs district data collection, which list out the performance of districts on each of the 8 MDGs with 34 indicators for the period of 2011 – 2013. At the time of collecting the data the number of Indonesia’s now 511 districts stood at 497.

UNDP Indonesia Country Director, Beate Trankmann applauds the Government of Indonesia for having compiled this comprehensive set of data which covers all districts throughout this vast archipelagic nation spanning three time zones.

“Policy makers depend on accurate and evidence-based information to devise development blueprints. Detailed information that tracks MDG progress for each district in Indonesia can indeed support policy makers in their decision making to ensure that budgetary allocations go to where they are most needed to accelerate MDG achievements,” Trankmann said.

The achievement of MDGs and reducing the proportion of poor people is one of the core objectives of UNDP’s core country programme in Indonesia. UNDP supports the Government of Indonesia to accelerate MDG progress through the implementation of innovative tools such as MDG Acceleration Framework (MAF) and Pro-Poor Planning, Budgeting and Monitoring.

Vice Minister of BAPPENAS, Lukita Dinarsyah Tuwo said that Indonesia has met many of its MDG targets.

“The 2013 MDGs report show that out of 63 targets in 8 goals, 13 have been met before the 2015 deadline, 35 others are on track to be met, and the remaining 15 targets require additional efforts to be achieved,” said Lukita.

MDGs that have been met are: MDG 1- people living in extreme poverty as measured by the dollar-a-day indicator; MDG 3 – gender parity in education enrollment as well as in literacy rates in the 15- 24 age group; and MDG 6 – curbing the spread of tuberculosis and MDG 8 – the proportion of people with access to cellular phones.

MDGs targets that need extra push are; MDG 1 – Proportion of people living below the national poverty line, MDG 4 – reducing the number infant deaths and the mortality rate for children under five; MDG 5 – Maternal mortality rate per 100,000 live births; MDG 6 – Stopping the spread of HIV/AIDS. MDG 7 – Access to clean water and sanitation.

Sumber: Indonesia Launches First Ever MDGs Data Collection for All of its Districts | UNDP in Indonesia.

Negara Pancasila Tidak Mengenal Hukuman Mati

GARUDA PANCASILA

PORTAL – Perlukah di negara Pancasila yang berkeTuhanan kepada Yang Maha Esa melegalkan hukuman mati ? Tidakkah cukup dengan hukuman seumur hidup sudah pula membuat manusia menjadi jera ? ini sebagian pertanyaan yang disampaikan oleh seseorang melalui komunikasi BBm kepada PORTAL.

Dalam interaksinya di BBm, dia mengatakan bahwa Indonesia tidak perlu menganut adanya Hukuman Mati, karena bertentangan dengan Pancasila yang sangat menjunjung tinggi nilai – nilai perikemanusiaan dan perikeadilan yang beradab.

“Sebagai negara Pancasila Indonesia harus menghapuskan bentuk hukuman mati, lagipula belum ada bukti korelasi yang dapat meyakinkan bahwa hukuman mati merupakan hukuman yang efektif untuk memberikan efek jera kepada siapapun yang akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan tingkat kriminal dan atau perbuatan kejahatan yang serupa”, tulis dia.

Walaupun memang dukungan terhadap hukuman mati didasari argumen yang di antaranya bahwa hukuman mati pantas untuk pelaku pembunuhan sadis, dengan maksud mencegah siapapun untuk membunuh karena akan dikenakan hukuman mati, karena pada hukuman mati si pelaku pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas. (wikipedia)

“Tetapi dalam konteks hukuman mati bagi kurir dan pengedar narkoba, hingga kini pun belum juga membuat efek jera bagi bandar besar dan jaringan mafia narkoba yang sebenarnya, yang saat ini malah masih bebas dan mungkin dilindungi karena bicara soal uang besar ?”, tandasnya juga.

Ditambahkannya kadang kita sebagai manusia selama ini selalu hanya melihat kejadian dan peristiwa dari permukaan saja dan apalagi juga sepotong-potong tanpa membaca secara keseluruhan dan utuh, yang sudah menjustifikasi sesuatu yang sebenarnya kita sendiri pun belum tentu tahu dan yakin benar adanya dan apakah sudah benar dan adil keputusannya.

“Indonesia sebagai negara hukum, seharusnya konsisten dan konsekwen dalam pelaksanaan penegakkan hukum di negeri yang telah menjamin hak hidup dan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, apalagi Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dan Negara Indonesia adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum dan produk hukum di republik ini”, tegasnya.

Lagipula menurutnya bahwa tingkat kriminalitas adalah sebenarnya berhubungan dengan kondisi kemiskinan dan tingkat kesejahteraan suatu wilayah dan lingkungan masyarakatnya, termasuk sistem pemerintahan dan politik serta penegakan hukum di negeri itu sendiri, jadi sebaiknya pola pemerintah sebagai aparatur negara jangan pernah suka melempar kesalahan dan tanggungjawabnya kepada yang lain, terutama pula jangan suka menyalahkan masyarakat dan atau warganya, tanpa adanya instrospeksi dan koreksi dari diri badan lembaga pemerintah itu sendiri, untuk memperbaiki sistem pembangunan dan penegakkan hukum yang pada kenyataannya sudah semakin karut marut dan rusak akut ini.

SBY Bicara Ekonomi di Forum Internasional Tiongkok

SBY Bicara Ekonomi di Forum Internasional Tiongkok

Internasional, BINA BANGUN BANGSA – Terbang menuju negeri tirai bambu, Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri undangan di World Chinese Economic Forum di Chongqing, Tiongkok yang dihadiri oleh 400 pemimpin dan pakar ekonomi dari 20 negara. Dalam undangan ini, SBY hadir sebagai pembicara sekaligus penerima penghargaan The Benevolent Leadership Award.

Dikenal sebagai Presiden ke-6 Indonesia (2004-2014) yang memperjuangkan hak-hak etnis tionghoa dimasa kepemimpinannya, Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (14/12) membagikan pengalamannya membangun kemitraan dengan Tiongkok sekaligus memperjuangkan persamaan hak-hak etnis tionghoa di dalam negeri. Dalam pidato tersebut, SBY membagikan dua nilai penting untuk masa depan Indonesia dan kemanusiaan di seluruh dunia, yaitu multi-kulturalisme serta persamaan hak bagi seluruh masyarakat. Nilai inilah yang dipegang teguh oleh SBY di masa kepemimpinannya memperjuangkan hak-hak etnis tionghoa yang sempat mengalami masa sulit dalam sejarah Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, SBY juga membagikan pengalamannya membangun kemitraan dengan tiongkok di kawasan yang kini semakin kuat.

Di forum yang sama, World Chinese Economic Forum menganugerahi SBY dengan penghargaan The Benevolent Leadership Award. Penghargaan ini diberikan karena kepemimpinan SBY selama 10 tahun terakhir dianggap telah berhasil membawa Indonesia pada kemajuan baik di dalam negeri maupun posisinya di dunia internasional.

Sumber : https://www.facebook.com/SBYudhoyono?fref=ts

SBY Berbagi Pengalaman di Hadapan 600 Pemimpin Dunia

SBY Berbagi Pengalaman di Hadapan 600 Pemimpin Dunia di Singapura

“Menyenangkan rasanya berada di Singapura dalam kapasitas yang berbeda. Saya bersama istri jarang sekali dapat berjalan dengan santai dan bebas di waktu malam di daerah Orchard,” ungkap SBY di hadapan 600 pemimpin dan tokoh dunia dalam Third Annual Responsible Business Forum on Sustainable Development, Rabu (26/11) di Singapura.

Kali ini SBY hadir di Singapura dalam kapasitasnya sebagai Presiden Global Green Growth Institute (GGGI) dan sebagai Presiden ke-enam Republik Indonesia. SBY pun menyampaikan harapannya kepada komunitas internasional dalam mewujudkan dunia yang lebih baik di masa mendatang. “Saya hadir di sini juga sebagai seorang kakek, yang menghabiskan banyak waktunya untuk memikirkan bagaimana kita dapat mewariskan dunia yang lebih baik bagi anak cucu kita,” tambah SBY.

Dalam pidatonya, SBY menyampaikan bahwa semua negara berkembang, khususnya Indonesia, ingin melihat masyarakatnya menikmati kesejahteraan. Dimana ekonomi tumbuh, namun lingkungan tetap terlindungi. “Itulah misi para pemimpin. Itu adalah tanggung jawab para pemimpin, baik pemimpin politik atau pemerintahan, pemimpin bisnis atau pemimpin masyarakat sipil,” jelas SBY.

SBY berbagi pengalamannya mengenai kebijakan yang ia hasilkan saat bertugas sebagai Presiden Indonesia selama dua dekade. Diantaranya adalah “4 track strategy”, yang terdiri atas pro-pembangunan, pro-pengentasan kemiskinan dan pro- penciptaan lapangan pekerjaan dan pro lingkungan hidup.

Pada tahun 2009, sebelum Konferensi Lingkungan Hidup atau COP-15 di Kopenhagen, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26% hingga tahun 2020, dan bahkan sebanyak 41% dengan dukungan komunitas internasional. Indonesia telah membangun Indonesia Climate Change Trust dan Indoneia Green Investment (IGI) Fund. Selain itu, Melalui program REDD+, Indonesia mampu melindungi hutan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam waktu yang bersamaan.

Sebelum mengakhiri pidatonya, SBY menyampaikan pentingnya mengimplementasikan pertumbuhan hijau “Green Growth”, serta menciptakan visi yang berkelanjutan. Strategi komprehensif yang didukung rencana operasional dan dukungan dan kolaborasi berbagai pihak pun menjadi faktor penting dalam mewujudkan ekonomi yang berbasis lingkungan hidup. (SBY)

Ada yg bisa kami bantu ?...