Jakarta – Hiruk pikuk Pemilu 2014 masih membekas di ingatan kita, bagaimana bangsa ini terpecah menjadi kubu A, B, dan seterusnya. Ironisnya, media juga ikut ‘berkubu’ sesuai kepentingan pemodal. Kondisi ini menjadi keprihatinan masyarakat pers Indonesia yang terdiri dari wartawan, anggota Dewan Pers, kolumnis, dan akademisi.

Dalam sarasehan “Melihat Keberadaban Politik Mutakhir”, Kamis (15/1), Ketua Dewan Pers, Prof Bagir Manan menegaskan posisi pers sebagai pilar ke-4 demokrasi yang tugasnya mengawal dan mengawasi jalannya Republik ini. Menurut Bagir, dengan posisi ini, pers seharusnya tidak hanya menjadi penyampai berita.

“Pers seharusnya menjadi bagian terdepan mengajak perubahan yang lebih baik dalam berbangsa dan bernegara ketika komunitas lain yang diharapkan ternyata tidak berperan,” kata Bagir.

Dalam rangka menyuarakan keprihatinan itu, masyarakat pers Indonesia yang terdiri dari wartawan berbagai media dan platform, wartawan freelance, wartawan senior, anggota Dewan Pers, kolumnis, dan akademisi membuat “Deklarasi Masyarakat Pers Indonesia”. Hukumonline turut menandatangani deklarasi tersebut.

Berikut ini, isi lengkap deklarasi:

Deklarasi Masyarakat Pers Indonesia
Bahwa sesungguhnya sejarah pers Indonesia berangkat dari pers perjuangan yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran serta melawan kesewenang-wenangan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berazaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum, serta menjadi unsur penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Bahwa menyongsong 70 tahun Indonesia Merdeka, kita telah mencapai sebuah negara kesatuan, melakukan konsolidasi hukum, mempraktekkan demokrasi, dan merealisasikan hak asasi manusia dengan semua kekurangan dan kelebihannya.

Namun, situasi yang berkembang belakangan ini, khususnya sejak pertengahan 2014 lalu, telah membawa Indonesia dalam situasi yang perlu mendapatkan perhatian. Demokrasi yang berkembang ternyata hanya demokrasi politik, tapi belum menyentuh demokrasi yang lebih substansial yaitu demokrasi sosial. Demokrasi yang ada mengalami defisit moral. Hak asasi yang muncul baru hak asasi politik, dan belum menyentuh hak asasi yang terkait ekonomi, sosial, dan budaya. Nasionalisme yang ada saat ini sama sekali belum mengarah kepada nasionalisme welfare. Sedangkan politik yang berkembang saat ini justru politik yag tak bisa diterima oleh etik dan norma publik serta cenderung mempertontonkan akrobatik politik yang kotor dan kekuasaan yang koruptif. Indonesia seperti kehilangan konsep untuk bekerja yang bukan sekadar bekerja. Pers yang sebetulnya memiliki tanggung-jawab untuk mengingatkan hal ini justru baru berperan sekadar menjadi penabuh gendang yang kian menimbulkan kegaduhan politik. Sebagian media telah masuk dalam permainan opini publik. Pers jangan ikut memikul dosa dan menodai akal sehat.

Oleh karena itu, kami, Masyarakat Pers Indonesia yang terdiri atas para wartawan berbagai media dan platform, wartawan freelance, wartawan senior, anggota Dewan Pers, kolumnis, dan akademisi merasa perlu menyampaikan hal-hal berikut:

1. Mengingatkan kepada semua elemen bangsa bahwa Republik Indonesia adalah negara yang terwujud atas dasar tekad dan keinginan luhur dari semua kemajemukan kelompok dan golongan untuk bersama-sama melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

2. Mengingatkan kepada semua elemen bangsa, termasuk para politisi dan partai untuk kembali mengedepankan persoalan utama negara-bangsa dengan cara-cara politik santun yang cerdas dan elegan tanpa kehilangan daya kritis.

3. Mengajak seluruh masyarakat pers Indonesia untuk menjadi pelopor sekaligus mengawal perwujudan Indonesia sebagai sebuah negara adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana dicita-citakan dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Pers tidak bekerja hanya untuk kepentingan kelompok, golongan, partai ataupun pemilik modal, tapi pers bekerja untuk membela kepentingan umum. Pers harus bisa ikut menggerakkan kekuatan non-negara untuk mengimbangi kekuatan politik uang yang mendominasi saat ini.

4. Mengajak semua elemen pers untuk bersatu dan mencoba menemukan semua akar persoalan sebagai pangkal tolak untuk menyelesaikan berbagai persoalan, bukan sekadar mencari dan membicarakan persoalan. Pers memiliki kewajiban untuk menjaga dan merawat akal sehat publik.

5. Mengajak semua unsur media untuk bersama-sama mengembangkan liputan dalam rangka memerangi praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah sedemikian parah menggerogoti bangsa ini.

6. Mengajak para pengelola media untuk secara bersama-sama menyediakan dan memperluas ruang rubrik seperti “surat pembaca” untuk menampung keluhan warga masyarakat yang terabaikan, tak tersentuh proses pembangunan, terpinggirkan, tak bersuara, serta menjadi korban ketidakadilan, penipuan dan kekuasaan yang manipulatif.

7. Mengimbau pemilik media menghormati asas kemerdekaan pers dalam pemberitaan peristiwa sesuai hati nurani tanpa intervensi, sesuai pasal 1 Kode Etik Jurnalistik.

8. Wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistik harus memiliki sertifikat kompetensi wartawan.

Jakarta, 15 Januari 2015

Masyarakat Pers Indonesia

(hukumonline.com).

Ada yg bisa kami bantu ?...